Loading...

Budaya Bangka Belitung

Tari Tigel bangka Belitung

Salah satu tarian khas Bangka Belitung

Tari Tigel pertama kali diperkenalka oleh Suku Sekak yang datang ke Sebagin, ratusan tahun lalu. Suku Sekak dikenal sebagai lanun atau bajak laut yang suka merampas dan melakukan kekerasan terhadap penduduk lokal. Pada awalnya tari Tigel merupakan tarian mistis yang dilakukan oleh para ibu-ibu, sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan melanun.

Yang menjadi keunikan dari tarian ini adalah para penari yang akan menari tidak boleh diketahui oleh warga bahkan wajah penari selalu ditutup selendang lebar dan Panjang yang ditelekungkan, hanya menyisakan mata. Tigel sendiri memiliki arti menipu karena penari tidak dikenali oleh penonton. Biasanya jika tarian-tarian pada umumnya kita bisa melihat kecantikan dari para penari namun berbeda dengan tari Tigel yang berasal dari Bangka Belitung ini.

Para penari ini dahulu berbaju adat dengan peniti berjumlah 10 lebih. Ini menandakan sang penari sudah memiliki keturunan, jika lebih dari 10, menandakan jumlah anak yang dimiliki. Gerakannya berupa langkah kecil-kecil, hati-hati, dengan tangan membentang berayun, mirip orang yang menjaga keseimbangan di dak kapal atau perahu. Tidak ada gerakan erotis sama sekali. Tarian ini diketahui sempat menghilang ketika sistem pemerintahan adat dihapuskan pemerintah. Tapi saat ini, Tari Tigel dihidupkan kembali. Tarian ini berisi pesan perlindungan terhadap hutan di tujuh bukit di lanskap Bukit Permisan. Tujuh bukit tersebut adalah Bukit Nenek, Bukit Batu Kepale, Bukit Nangka, Bukit Putus, Bukit Meninjon, Bukit Mengkubung, dan Bukit Cek Antak.

Dalam perkembangannya, Tigel dijadikan seni pertunjukan. Bukan hanya menyambut para lanun yang sukses merompak di laut, juga dalam acara pesta perkawinan atau hajatan. Sementara, masyarakat lokal memanfaatkan tarian ini sebagai bentuk pengetahuan/informasi untuk melindungi alamnya [tujuh bukit] dari pengrusakan lingkungan.

Alat Musik Khas Bangka Belitung

Dambus

Dambus merupakan alat music tradisional yang berasal dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebagian orang mungkin kebingungan dengan namanya mengapa tidak gambus saja yang pas penyebutannya. Namun perlu diketahui disini alat musik dambus lahir karena pengaruh dari alat music yang berasal dari Timur Tengah yakni Oud dengan music gambusnya.

Dalam catatan tertulis tertua tentang alat musik di Bangka, ditemukan catatan hasil penelitian Franz Epp, seorang warga negara Jerman yang pernah berkunjung ke Bangka sekitar tahun 1830-an. Dalam bukunya yang terbit tahun 1852 berjudul Schilderungen aus Hollandisch-Ostinden, Franz menyebutkan, saat dia berkunjung ke rumah tradisional orang Bangka, di kamar depan (teras rumah), biasanya terdapat ornamen alat musik senar. Alat musik tersebut dideskripsikan oleh Franz terbuat dari kayu keras yang ringan, yang kemudian dilubangi dan ditutup kulit monyet. Apa yang dilihat oleh Franz itu kemungkinan adalah alat musik yang sekarang disebut dambus. Bentuk fisik dan cara memainkan dambus tidak menyerap unsur-unsur gambus. Dulu namanya alat musik petik senar. Ketika masuk Islam, diseraplah, gambus menjadi dambus.

Dambus sangat kental dengan Bangka Belitung karena alat music ini asli etnis bangka. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dambus yang merepresentasikan bentuk rusa atau kijang. Seperti yang diketahui bahwa hewan ini merupakan hewan yang penting dalam kehidupan masyarkat Bangka Belitung.

Salah satunya dalam tradisi nganggung, yaitu membawa makanan di dulang untuk disantap Bersama dalam acaara yang berhubungan dengan daur hidup dan keagamaan. Makanan paling mulia dalam tradisi ini adalah daging rusa atau kijang. Maka wajar bilamana dambus memiliki kaitan erat dengan muasal kedua hewan tersebut.

Bagi masyarakat Bangka, dambus memiliki nilai tinggi. Dahulu, untuk membuat dambus, digunakan enam jenis kayu berbeda, yang diambil dari enam hutan yang berbeda pula. Hutan-hutan tersebut masing-masing dipisahkan oleh sungai kecil. Sementara pemetiknya berupa gigi harimau. Agar suara yang keluar dari dambus membuat rindu atau menjerat hati pendengarnya, biasanya dambus diberi kemat (jimat). Caranya dengan mengasapi dambus menggunakan kemenyan lalu diberi mantra.

Culture Masyarakat

Salah satu adat Bangka Belitung

Nganggung adalah salah satu tradisi yang hadir di masyarakat Melayu Bangka Belitung, khususnya di Pulau Bangka. Tradisi ini akhirnya menjadi sebuah adat yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat. Nganggung merupakan adat membawa makanan dari masing-masing rumah penduduk menuju ke satu tempat pertemuan besar, biasanya berupa Masjid, Surau, Langgar, atau Lapangan pada waktu-waktu tertentu di dalam Agama Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Nisfu Sya'ban, Muharram, serta selepas shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

Nganggung sering disebut juga Sepintu Sedulang karena setiap rumah (sepintu atau satu pintu) membawa 'satu dulang (sedulang), yaitu wadah kuningan maupun seng yang digunakan untuk mengisi makanan dan kemudian ditutup dengan penutup dulang, yaitu Tudung Saji. Sepintu Sedulang yang merupakan slogan Bangka Belitung ini juga mencerminkan sifat kegotong-royongan dalam kehidupan maupun kebudayaan masyarakat Bangka.

Pada zaman dahulu tudung saji ini terbuat dari daun mengkuang (pandan hutan) dan ada pula yang terbuat dari daun purun. Bentuknya ada yang menyerupai kubah masjid dan ada pula yang berbentuk candi. Sekarang oleh karena pengaruh zaman, sudah banyak digunakan tudung yang terbuat dari bahan plastik. Cara membawa dulang atau talam tersebut ialah dengan meletakkannya di atas telapak tangan dan mengangkat setinggi bahu. Ada pula dengan cara menjunjung di atas kepala. Atau, Pada hari pelaksanaan kegiatan, dulang dibawa dari rumah dengan ditayak yaitu dibawa dengan menggunakan sebelah tangan menggunakan jari terbuka sejajar di atas kepala, kemudian dulang disusun dengan rapi di dalam masjid atau balai desa tempat acara dilaksanakan. Dulang baru bisa dibuka dan dimakan bersama bila seluruh rangkaian acara peringatan selesai dilaksanakan, setelah pembacaan doa. Biasanya sebelum dulang atau talam tersebut dibawa ke masjid, surau atau ke balai desa, ada diisyaratkan dengan memukul bedug atau takok - takok sampai tiga tahap pukulan dengan irama khusus. Ada kalanya juga setelah selesai adat menganggung ini dikenal dengan sekali pemukulan bedung atau takok - takok pula.

Produk Lokal

Kain Cual Bangka Barat

Kain Cual merupakan kain tenun tradisional Bangka Belitung yang dibuat seperti kerajinan Kain Songket Palembang namun motifnya adalah motif tenun ikat. Jika Palembang terkenal dengan kain songketnya maka Bangka terkenal dengan kain cualnya.

Asal muasal kain cual sendiri berasal dari kain songket Palembang. Karena dulunya Bangka dan Sumatra Selatan adalah satu provinsi maka wajar ketika ada keterkaitan diantara kedua kain ini. Kain cual pada perkembangan awalnya berawal di Kota Muntok, Bangka Barat pada sekitar abad ke-17 dan pertama kali diperkenalkan oleh kakek buyut pendiri toko kain cual Ishadi yang berada di Pangkal Pinang. Karena bermula dari Muntok dan banyak ditenun di Muntok maka kain cual juga dikenal dengan nama limar muntok. Pada masa ini juga bisa dibilang keahlian menenun adalah suatu yang langka dan terbatas karena hanya dilingkungan bangsawan sajalah kain ini dibuat yang mana digunakan untuk keperluan pribadi bukan untuk diperjualbelikan.

Saking populernya kain cual ini di kota Muntok bahkan sampai ada kampung penenun. Namun yang harus diketahui jauh sebelum itu pada abad ke-18 kain ini sudah sering digunakan oleh kaum bangsawan keturunan Ence’Wan Abdul Haiyat di kampung Petenon. Yang menjadikan kain cual berbeda dengan kain lainnya ada pada kehalusan dan motifnya, selain itu kain cual juga ditenun dengan menggunakan teknik tenun ikat.

Pesan Sekarang

Makanan & Minuman

Lempah Kuning Bangka Timur
halal
Bubur Chak Chak Bangka
halal
Rusip Bangka Barat
halal
Siput Gong Gong Bangka Barat
Halal
Mie Ikan Toboali Bangka Selatan
Halal
Udang Kecalo Bangka
Halal
Lakso Bangka
Halal
Lempok Cempedak Bangka
Halal
Lempah Kulat Bangka Tengah
Halal
Mie Ikan Belitung Belitung
Halal
Es Jeruk Kunci Belitung
Halal
Kopi Belitung Belitung
Halal
Otak-Otak Bangka
Halal
Kue Bong Li Tiang Bangka
Halal
Lempok Cempedak Bangka
Halal
Hoklopan Bangka
Halal
Shell Team

Devid Wijaya

Micco Aureldo

Novramdan Ilham Alan

Juanda Renaldi

Contact

Polman Babel

0845278278

str.shellidev@gmail.com

Follow Us
Media Patner